Pengertian koperasi menurut UU
Menurut UU No 25 Tahun 1992, Koperasi adalah badan usaha yang
beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan
kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan
ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
Sedangkan
menurut UU No 17 Tahun 2012, Koperasi adalah badan hukum yang didirikan
oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, untuk dengan
pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal menjalankan usaha, yang
memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan
budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.
PERBANDINGAN UU LAMA DAN BARU KOPERASI
----------------------------------------------------------------
Kalau di Undang-Undang (UU) Koperasi nomor 17 tahun 2012 yang baru saja
disahkan merupakan pemberian amanat adanya Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS) koperasi.
“Keberadaan LPS Koperasi itu bertujuan
untuk memberi proteksi atau perlindungan bagi nasabah koperasi,” jelas
Menkop Syarief Hasan kepada wartawan, menjelang tampil sebagai pembicara
pada kuliah umum Program Doktor Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Jawa Tengah, Senin (12/11/2012).
Dengan adanya perlindungan bagi nasabah, kata Menkop, sekarang ini
koperasi simpan pinjam hanya berlaku dari anggota dan untuk anggota.
Sehingga tidak boleh digunakan nasabah di luar anggota koperasi
Pengembangan dan pemberdayaan koperasi nasional dalam kebijakan
pemerintah selayaknya mencerminkan nilai dan prinsip perkoperasian
sebagai wadah usaha bersama untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan
ekonomi anggotanya.
Dengan dasar itulah. Menteri
Koperasi dan UKM Sjarifuddin Hasan mendorong percepatan realisasi atau
revisi Undang-undang Koperasi Nomor 25 Tahun 1992. Pada medio Oktober
2012. Dewan Perwakilan Rakyat melalui Sidang Paripurna menyetujui
Rancangan Undang-undang Perkoperasian Terbaru.
Undang-undang Koperasi Nomor 25 Tahun 1992 perlu diganti, karena sudah
tidak selaras dengan kebutuhan hukum dan perkembangan perkoperasian di
Indonesia. Inilah landasan utama Kementerian Koperasi dan UKM untuk
melahirkan Undang-undang Perkoperasian terbaru.
Sebagai
follow-up dari kelahiran undang-undang nomor 17 tahun 2012, strategi
berikut yang akan dilaksanakan instansi pemberdaya gerakan koperasi
adalah melakukan sosialiasi atas Undang-undang Perkoperasian terbaru
tersebut.
Ada enam substansi penting yang harus
disosialisasikan kepada masyarakat dan gerakan koperasi yang dirumuskan
bersama antara Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Hukum Dan Ham
serta Dewan Perwakilan Rakyat.
Pertama, nilai-nilai
luhur bangsa Indonesia yang tertuang di dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945, menjadi dasar penyelarasan bagi rumusan
nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi, sesuai dengan hasil kongres
International Cooperative Alliance (ICA).
Kedua, untuk
mempertegas legalitas koperasi sebagai badan hukum, maka pendirian
koperasi ha-rus melalui akta otentik. Pemberian status dan pengesahan
perubahan anggaran dasar merupakan wewenang dan tanggungjawab Menteri.
Ketiga, dalam hal permodalan dan selisih hasil usaha, telah disepakati
rumusan modal awal Koperasi, serta penyisihan dan pembagian cadangan
modal. Modal Koperasi terdiri dari setoran pokok dan sertifikat modal
koperasi sebagai modal awal.
Selisih hasil usaha, yang
meliputi surplus hasil usaha dan defisit hasil usaha, pengaturannya
dipertegas dengan kewajiban penyisihan kecadangan modal, serta pembagian
kepada yang berhak.
Keempat, ketentuan mengenai
Koperasi Simpan Pinjam (KSP) mencakup pengelolaan maupun penjaminannya.
KSP ke depan hanya dapat menghimpun simpanan dan menyalurkan pinjaman
kepada anggota.
Koperasi Simpan Pinjam harus
berorientasi pada pelayanan pada anggota, sehingga tidak lagi dapat
disalahgunakan pemodal yang berbisnis dengan badan hukum koperasi. Unit
simpan pinjam koperasi dalam waktu 3 (tiga) tahun wajib berubah menjadi
KSP yang merupakan badan hukum koperasi tersendiri.
Selain itu, untuk menjamin simpanan anggota KSP diwajibkan menjaminkan
simpanan anggota. Dalam kaitan ini pemerintah diamanatkan membentuk
Lembaga Penjamin Simpanan Anggota Koperasi Simpan Pinjam (LPS – KSP)
melalui Peraturan Pemerintah (PP).
Hal ini dimaksudkan
sebagai bentuk keberpihakan pemerintah yang sangat fundamental dalam
pemberdayaan koperasi, sehingga koperasi dapat meningkatkan kepercayaan
anggota untuk menyimpan dananya di koperasi.
Pemerintah juga memberi peluang berkembangnya koperasi dengan pola syariah yang akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Kelima, pengawasan dan pemeriksaan terhadap koperasi akan lebih
diintensifkan. Dalam kaitan ini pemerintah juga diamanatkan untuk
membentuk Lembaga Pengawas Koperasi Simpan Pinjam (LP-KSP) yang
bertanggung jawab kepada Menteri melalui peraturan pemerintah.
Hal tersebut dilakukan pemerintah, merupakan upaya nyata agar KSP
benar-benar menjadi Koperasi yang sehat, kuat, mandiri, dan tangguh, dan
sebagai entitas bisnis yang dapat dipercaya dan sejajar dengan entitas
bisnis lainnya yang telah maju dan berkembang dengan pesat dan
profesional.
Keenam, dalam rangka pemberdayaan koperasi,
gerakan koperasi didorong membentuk suatu lembaga yang mandiri dengan
menghimpun iuran dari anggota serta membentuk dana pembangunan, sehingga
pada suatu saat nanti. Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN) akan dapat
sejajar dengan organisasi Koperasi di negara-negara lain, yang mandiri
dapat membantu Koperasi dan anggotanya.
“Agar masyarakat
dan gerakan koperasi nasional segera memahami dan mengerti terhadap
hasil reyisi Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 menjadi Undang-undang
Perkoperasian terbarunomor 17 tahun 2012, maka program ke depan adalah
melaksanakan sosialiasi,” ujar Menteri Koperasi dan UKM Syarief Hasan.
Sosialisasi menjadi prioritas untuk menyebarluaskan informasi tersebut,
karena melibatkan seluruh aparat instansi tersebut di seluruh provinsi
Indonesia. Selain itu melalui media informasi internal yang dimilki
Kementerian Koperasi dan UKM.
Menurut orang nomor satu
di instansi pemberdaya pelaku usaha sektor riil tersebut, lahimya
undang-undang itu merupakan bentuk kepedulian pemerintah terhadap
peningkatan kapasitas bagi pegiat koperasi di seluruh nusantara.
Peningkatan kapasitas tersebut melalui perubahan atau revisi
undang-undang lama yang mengacu pada landasan dan asas tujuan
Undang-undang Dasar Negara Tahun 1945, yakni meningkatkan kesejahteraan
anggota secara khusus dan masyarakat pada umumnya.
Perkoperasian, katanya, seyogyanya dapat mengantisipasi segala dinamika
dan perkembangan yang terjadi dalam penyelenggaraan pemberdayaan
koperasi sebagai salah satu instrumen perekonomian nasional.
Undang-undang tentang perkoperasian terbaru harus direvisi tatkala
dewasa ini dihadapkan pada perkembangan tata ekonomi nasional dan global
yang semakin dinamis dan penuh tantangan.
Hal itu bisa
dilihat dalam ketentuan yang mengatur nilai dan prinsip koperasi,
pemberian status badan hukum, permodalan, kepengurusan, kegiatan usaha
simpan pinjam selain peranan pemerintah.
“Oleh karena
itu, untuk mengatasi berbagai faktor penghambat kemajuan koperasi, perlu
pembaharuan hukum melalui penetapan landasan hukum sesuai tuntutan
pembangunan koperasi serta selaras dengan perkembangan tata ekonomi
nasional dan global.
“Keberadaan Undang-Undang tentang
Perkoperasian diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi
koperasi pada masa mendatang. Setelah berlakunya Undang-Undang ini
diperlukan peraturan perundang-undangan dan kebijakan dari Pemerintah
dan Pemerintah Daerah.” [AS-SP]
Undang-Undang UU Perkoperasian telah lama menjadi pembahasan di Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR). Pada tanggal 18 Oktober lalu telah disahkan dalam
rapat paripurna, bahwa kelahiran UU terbaru menggantikan UU Nomor 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian, yang pada dasarnya sudah tidak memadai untuk digunakan
sebagai instrument pembangunan koperasi.
Namun, realitanya kelahiran UU Koperasi baru ini disambut dengan pro kontra,
karena khawatir akan membahayakan perkembangan koperasi di Indonesia, kuatnya
fungsi pengawasan dan hilangnya istilah pengelola. Tidak hanya itu, pada UU
baru juga menghilangkan istilah simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan
sukarela, dengan memunculkan istilah setoran pokok dan sertifikat modal
koperasi pada saat pendirian.
Kepala Dinas Koperasi Provinsi Kalbar Ignasius IK, mengatakan seharusnya di
dalam UU baru ini tidak perlu menghapus istilah-istilah tersebut, karena pada
hakekatnya sama.
“Simpanan wajib ini akan menjadi keterikatan anggota, dari sana kita bisa
melihat loyalitas anggota terhadap koperasi. Hal ini akan berdampak ke depan,”
kata Ignasius, dalam kegiatan diskusi kritis menyambut pengesahan Undang-Undang
Koperasi Baru di Kantor DPD RI Perwakilan Kalbar, Senin, (12/11) kemarin.
Menurutnya, ketentuan ini akan menjadi buah simalakama, karena UU koperasi lama
belum mampu menopang koperasi serta mendukung optimal kinerja, sedangkan di
ketentuan baru terdapat kelemahan-kelemahan, terutama dalam pasal tertentu yang
berpihak pada koperasi, namun karena tidak diperkuat dengan kedua peraturan
tersebut pada akhirnya implementasi menjadi sulit.
“Kita meminta pemerintah segera menindaklanjuti kehadiran Undang-Undang
Perkoperasian terbaru dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah, waktu masih
diberikan 2 tahun lagi, kita ingin pendapat dan aspirasi dari daerah dapat
disampaikan kepada pemerintah pusat. Jangan sampai kehadirannya sama dengan
Undang-undang Koperasi Nomor 25 Tahun 1992,” ujarnya.
Kehadiran UU Koperasi Nomor 17 Tahun 2012 tentang Koperasi ini, Ketua Umum
Puskopdit Borneo Andi Aziz mengungkapkan kekecewaannya dengan keputusan yang
dibuat Pemerintah Pusat.
Karena dampaknya, UU ini juga akan mengatur pada perubahan nama, hak dan
wewenang koperasi. “Masih banyak kelemahannya, dan sangat disesalkan tidak ada
perubahan dari rancangan yang dibuat, dan usulan-usulan yang diberikan terutama
koperasi di daerah Kalbar tidak diakomodir, perlu ada masukan kembali khususnya
koperasi di Kalbar,” pintanya, saat diwawancara Borneo Tribune, usai diskusi
kemarin.
Menurutnya, jika aturan ini diberlakukan maka akan ada beberapa hal yang
berkaitan dengan kredibilitas kepengurusan di koperasi mengalami perubahan,
sehingga dampaknya sangat pesat.
Maka, ia meminta melalui pemerintah daerah untuk menampung dan memberi masukan
melalui peraturan pemerintah, yang diberi jangka waktu dua tahun mendatang.
“Harapan kami ada perubahan dari usulan yang dimasukkan ke PP (peraturan
pemerintah, red),” pinta Andi.
Anggota Senat DPD RI Daerah Pemilihan Kalbar Erma Suryani Ranik, SH
mengungkapkan sebanyak 30 persen warga Kalbar akan terpengaruh dengan adanya UU
Perkoperasian baru ini.
Dikatakannya, ia sebagai warga Kalbar dan anggota dari Credit Union (CU)
menginginkan mampu memberikan rekomendasi kepada pemerintah pusat terkait
pengaturan credit union.
“Saya akan marah jika CU di Kalbar terpaksa dihapus atau ditutup, tidak mungkin
nama CU berubah menjadi koperasi simpan pinjam,” kata Erma.
Ia mengaku, Kalbar sebagai basis pengembangan credit union telah mampu menjadi
penggerak ekonomi rakyat pedesaan.
Namun, ia sangat menyayangkan tindakan pemerintah pusat yang tidak mampu
mengakomodir rekomendasi dan pandangan dari DPD RI untuk ditindaklanjuti
sebagai masukan.
“Pemerintah pusat cenderung sentralistik dan tidak melibatkan pemerintah
daerah, ditambah lagi fungsi legislasi yang tidak maksimal oleh konstitusi
sehingga banyak pandanga dan pendapat DPD RI tidak diakomodir DPR RI,” ungkap
Erma.
Ia mengatakan, ada beberapa hal pendapat dan rekomendasi yang disampaikan
melalui keputusan DPD RI Nomor 56/DPD RI/IV/2010-2011 tentang pandangan dan
pendapat DPD RI atas rancangan UU tentang koperasi tidak menjadi gambaran
terhadap UU Perkoperasian baru, UU Nomor 17 Tahun 2012 ini hanya mampu menjawab
persoalan koperasi yang ada di Pulau Jawa saja.
“Maka kami ingin melakukan pemetaan kritis terhadap persoalan UU Koperasi baru,
karena terbitnya UU baru ini akan berdampak pada CU ke depan, kita berharap CU
proaktif terhadap UU baru ini, karena masih ada celah untuk saran dan masukan,”
harap Erma.
GERAKAN Koperasi Indonesia baru saja memperoleh kado istimewa berupa
Undang-Undang Nomor 17 tentang Perkoperasian yang telah diundangkan pada
tanggal 30 Oktober 2012. Masyarakat Koperasi di tanah air menyambut
dengan sukacita undang- undang ini, karena memang sudah cukup lama
menanti hadimya regulasi bam di bidang Perkoperasian itu untuk
menggantikan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 yang dinilai tidak mampu
lagi menjawab tantangan dan dinamika perubahan yang teljadi saat ini.
Tetapi tidak juga bisa dinafikan bahwa hadirnya UU ini oleh sebagian
pihak dikritisi sebagai mereduksi asas kegotongroyongan dan sarat dengan
instrumen kapitalis.
Tulisan ini tidaklah dimaksudkan
mengupas pro-kontra kehadiran dari Undang-undang Nomor 17 tahun 2012
tentang Perkoperasian itu. Melainkan mencoba mengupas hal-hal yang baru,
sehingga UndangUndang ini bukan saja berbeda dengan Undang-undang Nomor
25 tahun 1992 yang digantikannya, tetapi juga menjawab ekspektasi
filosofis, sosiologis, dan ekonomi dari Gerakan Koperasi.
Esensi
perasian cakupannya meliputi 17 bab, t26 pasal dan mandate pengaturan
pelaksanaan dalam 10 (sepuluh) Peraturan Pemerintah (PP) dan 5 (lima)
Peraturan Menteri. Dari seluruh pengaturan dalam Undang-Undang ini, maka
esensi yang dapat ditarik adalah
1) sebagai landasan hukum bagi pengembangan ekonomi kerakyatan dan demokrasi ekonomi,
2) mempertegas kedudukan koperasi sebagai badan hokum dan badan
usaha/perusahaan dengan memisahkan kekayaan anggota sebagai modal
Koperasi dan adanya tanggungjawab terbatas dati anggota,
3) mempertegas pelayanan pada koperasi simpan pinjam (KSP) hanya kepada anggota,
4) mendorong koperasi sektor riil tumbuh berkembang yang member kemanfaatan riyata bagi anggota dan nonanggota,
5) memberi ruang kreativitas bagi pengembangan modal koperasi,
6) pengawasan koperasi sector riil dan pembentukan
lembaga pengawasan KSP, 7) perlindungan terhadap KSP dengan pembentukan
lembaga penjaminan KSP. Esensi lainnya adalah penegasan Dekopin (Dewan
Koperasi Indonesia) sebagai simpul perjuangan Gerakan Koperasi dengan
penguatan fungsi supervisi, advokasi, penyadaran masyarakat untuk
berkoperasi, mendorong kerja sama antarkoperasi, juru bicara gerakan
koperasi dan mernajukan organisasi anggotanya.
HAL BERBEDA
Mencermati substansi pengaturan dari Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012
ini, maka jika dibandingkan dengan Undang- Undang Nomor 25 tahun 1992
terdapat sejumlah hal yang baru dan berbeda, baik berupa norma
pengaturan maupun istilah-istilah yang digunakan. Beberapa hal tersebut
adalah, pertama, nilai, pendirian dan nama koperasi. Kedua, keanggotaan,
pengawas dan pengurus. Ketiga, modal koperasi. Keempat, jenis koperasi.
1) Setiap koperasi mencantumkan jenis koperasi di dalam anggaran dasar.
2) Jenis koperasi terdiri dari : koperasi konsumen, koperasi produsen,
koperasi jasa dan koperasi simpan pinjam (KSP). Kelima, KSP dan LPSKSP.
Keenam, pengawasan.
IMPLEMENTASI
Kehadiran Undang-Undang Nomor 17 tentang Perkoperasian sebagai landasan
hokum bagi semua upaya pemberdayaan koperasi merupakan suatu
keniscayaan. Tidak bisa tidak, semua pemangku kepentingan perlu
menyegerakan langkah-langkah implementasi dan antisipasi.
Bagi koperasi, implementasi tersebut antara lain adalah dalam hal
perubahan anggaran dasar (terkait dengan penyesuaian: nama, fungsi
pengawas dan pengurus, usaha dan jenis koperasi, modal koperasi dan
seterusnya), rencana pemisahan (spin-off) unit usaha simpan pinjam pada
koperasi serbausaha (multipurpose) menjadi koperasi simpan pinjam (KSP)
dan konersi (pengubahan) modal koperasi.
Pemerintah dan
pemerintah daerah dituntut mengambil langkah strategis, yaitu melakukan
sosialisasi secara intensif untuk menyamakan persepsi dan antisipasi
dari kemungkinan adanya bias tafsir dari gerakan koperasi dan masyarakat
dalam melaksanakan Undang-Undang Nomor 17 ini. Menyiapkan dan segera
menyelesaikan berbagai Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri
(Permen) yang dirnandatkan oleh UndangUndang nomor 17 ini. Disamping
itu, perlu juga diterbitkan berbagai edaran terkait dengan pelayanan
terhadap koperasi dan masyarakat dalam masa peralihan dan belum
tersedianya Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri yang baru.
Gerakan Koperasi, khususnya Dekopin dan Dekopinda (provinsi dan
kabupatenfkota) sesegera mungkin melakukan langkah- langkah konsolidasi
terkait dengan perubahan anggaran dasar (AD), memberikan masukan kepada
pemerintah dalam hal sosialisasi undang-undang dan penyusunan berbagai
peraturan pelaksanaan dari UndangUndang Nomor 17 ini. Di samping itu,
diperlukan pula langkah strategis untuk percepatan pelaksanaan tugas
Dekopin dan Dekopinda serta raricang bangun pembentukan “dana
pembangunan Dewan Koperasi Indonesia” yang digunakan untuk mendorong
pengembangan Dewan Koperasi Indonesia.
SUMBER : CAMPUS TO CAMPUS / FACEBOOK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar